Sabtu, 18 September 2010

Bentuk Negara dan Kenegaraan

Bentuk Negara dan Kenegaraan
Bentuk Negara

a. Negara Kesatuan (Unitaris)

Negara Kesatuan adalah negara bersusunan tunggal, yakni kekuasaan untuk mengatur seluruh daerahnya ada di tangan pemerintah pusat. Pemerintah pusat memegang kedaulatan sepenuhnya, baik ke dalam maupun ke luar. Hubungan antara pemerintah pusat dengan rakyat dan daerahnya dapat dijalankan secara langsung. Dalam negara kesatuan hanya ada satu konstitusi, satu kepala negara, satu dewan menteri (kabinet), dan satu parlemen. Demikian pula dengan pemerintahan, yaitu pemerintah pusatlah yang memegang wewenang tertinggi dalam segala aspek pemerintahan. Ciri utama negara kesatuan adalah supremasi parlemen pusat dan tiadanya badan-badan lain yang berdaulat.

Negara kesatuan dapat dibedakan menjadi dua macam sistem, yaitu:
Sentralisasi, dan
Desentralisasi.

Dalam negara kesatuan bersistem sentralisasi, semua hal diatur dan diurus oleh pemerintah pusat, sedangkan daerah hanya menjalankan perintah-perintah dan peraturan-peraturan dari pemerintah pusat. Daerah tidak berwewenang membuat peraturan-peraturan sendiri dan atau mengurus rumah tangganya sendiri.

Keuntungan sistem sentralisasi:
adanya keseragaman (uniformitas) peraturan di seluruh wilayah negara;
adanya kesederhanaan hukum, karena hanya ada satu lembaga yang berwenang membuatnya;
penghasilan daerah dapat digunakan untuk kepentingan seluruh wilayah negara.

Kerugian sistem sentralisasi:
bertumpuknya pekerjaan pemerintah pusat, sehingga sering menghambat kelancaran jalannya pemerintahan;
peraturan/ kebijakan dari pusat sering tidak sesuai dengan keadaan/ kebutuhan daerah;
daerah-daerah lebih bersifat pasif, menunggu perintah dari pusat sehingga melemahkan sendi-sendi pemerintahan demokratis karena kurangnya inisiatif dari rakyat;
rakyat di daerah kurang mendapatkan kesempatan untuk memikirkan dan bertanggung jawab tentang daerahnya;
keputusan-keputusan pemerintah pusat sering terlambat.

Dalam negara kesatuan bersistem desentralisasi, daerah diberi kekuasaan untuk mengatur rumah tangganya sendiri (otonomi, swatantra). Untuk menampung aspirasi rakyat di daerah, terdapat parlemen daerah. Meskipun demikian, pemerintah pusat tetap memegang kekuasaan tertinggi.

Keuntungan sistem desentralisasi:
pembangunan daerah akan berkembang sesuai dengan ciri khas daerah itu sendiri;
peraturan dan kebijakan di daerah sesuai dengan kebutuhan dan kondisi daerah itu sendiri;
tidak bertumpuknya pekerjaan pemerintah pusat, sehingga pemerintahan dapat berjalan lancar;
partisipasi dan tanggung jawab masyarakat terhadap daerahnya akan meningkat;
penghematan biaya, karena sebagian ditanggung sendiri oleh daerah.

Sedangkan kerugian sistem desentralisasi adalah ketidakseragaman peraturan dan kebijakan serta kemajuan pembangunan.

b. Negara Serikat (Federasi)

Negara Serikat adalah negara bersusunan jamak, terdiri atas beberapa negara bagian yang masing-masing tidak berdaulat. Kendati negara-negara bagian boleh memiliki konstitusi sendiri, kepala negara sendiri, parlemen sendiri, dan kabinet sendiri, yang berdaulat dalam negara serikat adalah gabungan negara-negara bagian yang disebut negara federal.

Setiap negara bagian bebas melakukan tindakan ke dalam, asal tak bertentangan dengan konstitusi federal. Tindakan ke luar (hubungan dengan negara lain) hanya dapat dilakukan oleh pemerintah federal.

Ciri-ciri negara serikat/ federal:
tiap negara bagian memiliki kepala negara, parlemen, dewan menteri (kabinet) demi kepentingan negara bagian;
tiap negara bagian boleh membuat konstitusi sendiri, tetapi tidak boleh bertentangan dengan konstitusi negara serikat;
hubungan antara pemerintah federal (pusat) dengan rakyat diatur melalui negara bagian, kecuali dalam hal tertentu yang kewenangannya telah diserahkan secara langsung kepada pemerintah federal.

Dalam praktik kenegaraan, jarang dijumpai sebutan jabatan kepala negara bagian (lazimnya disebut gubernur negara bagian). Pembagian kekuasaan antara pemerintah federal dengan negara bagian ditentukan oleh negara bagian, sehingga kegiatan pemerintah federal adalah hal ikhwal kenegaraan selebihnya (residuary power).

Pada umumnya kekuasaan yang dilimpahkan negara-negara bagian kepada pemerintah federal meliputi:
hal-hal yang menyangkut kedudukan negara sebagai subyek hukum internasional, misalnya: masalah daerah, kewarganegaraan dan perwakilan diplomatik;
hal-hal yang mutlak mengenai keselamatan negara, pertahanan dan keamanan nasional, perang dan damai;
hal-hal tentang konstitusi dan organisasi pemerintah federal serta azas-azas pokok hukum maupun organisasi peradilan selama dipandang perlu oleh pemerintah pusat, misalnya: mengenai masalah uji material konstitusi negara bagian;
hal-hal tentang uang dan keuangan, beaya penyelenggaraan pemerintahan federal, misalnya: hal pajak, bea cukai, monopoli, matauang (moneter);
hal-hal tentang kepentingan bersama antarnegara bagian, misalnya: masalah pos, telekomunikasi, statistik.

Menurut C.F. Strong, yang membedakan negara serikat yang satu dengan yang lain adalah:
cara pembagian kekuasaan antara pemerintah federal dan pemerintah negara bagian;
badan yang berwenang untuk menyelesaikan perselisihan yang timbul antara pemerintah federal dengan pemerintah negara bagian.

Berdasarkan kedua hal tersebut, lahirlah bermacam-macam negara serikat, antara lain:
negara serikat yang konstitusinya merinci satu persatu kekuasaan pemerintah federal, dan kekuaasaan yang tidak terinci diserahkan kepada pemerintah negara bagian. Contoh negara serikat semacam itu antara lain: Amerika Serikat, Australia, RIS (1949);
negara serikat yang konstitusinya merinci satu persatu kekuasaan pemerintah negara bagian, sedangkan sisanya diserahkan kepada pemerintah federal. Contoh: Kanada dan India;
negara serikat yang memberikan wewenang kepada mahkamah agung federal dalam menyelesaikan perselisihan di antara pemerintah federal dengan pemerintah negara bagian. Contoh: Amerika Serikat dan Australia;
negara serikat yang memberikan kewenangan kepada parlemen federal dalam menyelesaikan perselisihan antara pemerintah federal dengan pemerintah negara bagian. Contoh: Swiss.

Persamaan antara negara serikat dan negara kesatuan bersistem desentralisasi: 1) Pemerintah pusat sebagai pemegang kedaulatan ke luar; 2) Sama-sama memiliki hak mengatur daerah sendiri (otonomi).

Sedangkan perbedaannya adalah: mengenai asal-asul hak mengurus rumah tangga sendiri itu. Pada negara bagian, hak otonomi itu merupakan hak aslinya, sedangkan pada daerah otonom, hak itu diperoleh dari pemerintah pusat.
Bentuk Kenegaraan

Selain negara serikat, ada pula yang disebut serikat negara (konfederasi). Tiap negara yang menjadi anggota perserikatan itu ada yang berdaulat penuh, ada pula yang tidak. Perserikatan pada umumnya timbul karena adanya perjanjian berdasarkan kesamaan politik, hubungan luar negeri, pertahanan dan keamanan atau kepentingan bersama lainnya.

1. Perserikatan Negara

Perserikatan Negara pada hakikatnya bukanlah negara, melainkan suatu perserikatan yang beranggotakan negara-negara yang masing-masing berdaulat. Dalam menjalankan kerjasama di antara para anggotanya, dibentuklah alat perlengkapan atau badan yang di dalamnya duduk para wakil dari negara anggota.

Contoh Perserikatan Negara yang pernah ada:
Perserikatan Amerika Utara (1776-1787)
Negara Belanda (1579-1798), Jerman (1815-1866)

Perbedaan antara negara serikat dan perserikatan negara:
Dalam negara serikat, keputusan yang diambil oleh pemerintah negara serikat dapat langsung mengikat warga negara bagian; sedangkan dalam serikat negara keputusan yang diambil oleh serikat itu tidak dapat langsung mengikat warga negara dari negara anggota.
Dalam negara serikat, negara-negara bagian tidak boleh memisahkan diri dari negara serikat itu; sedangkan dalam serikat negara, negara-negara anggota boleh memisahkan diri dari gabungan itu.
Dalam negara serikat, negara bagian hanya berdaulat ke dalam; sedangkan dalam serikat negara, negara-negara anggota tetap berdaulat ke dalam maupun ke luar.

2. Koloni atau Jajahan

Negara koloni atau jajahan adalah suatu daerah yang dijajah oleh bangsa lain. Koloni biasanya merupakan bagian dari wilayah negara penjajah. Hampir semua soal penting negara koloni diatur oleh pemerintah negara penjajah. Karena terjajah, daerah/ negara jajahan tidak berhak menentukan nasibnya sendiri. Dewasa ini tidak ada lagi koloni dalam arti sesungguhnya.

3. Trustee (Perwalian)

Negara Perwalian adalah suatu negara yang sesudah Perang Dunia II diurus oleh beberapa negara di bawah Dewan Perwalian dari PBB. Konsep perwalian ditekankan kepada negara-negara pelaksana administrasi.

Menurut Piagam PBB, pembentukan sistem perwalian internasional dimaksudkan untuk mengawasi wilayah-wilayah perwalian yang ditempatkan di bawah PBB melalui perjanjian-perjanjian tersendiri dengan negara-negara yang melaksanakan perwalian tersebut.

Perwalian berlaku terhadap:
wilayah-wilayah yang sebelumnya ditempatkan di bawah mandat oleh Liga Bangsa-Bangsa setelah Perang Dunia I;
wilayah-wilayah yang dipisahkan dari negara-negara yang dikalahkan dalam Perang Dunia II;
wilayah-wilayah yang ditempatkan secara sukarela di bawah negara-negara yang bertanggung jawab tentang urusan pemerintahannya.

Tujuan pokok sistem perwalian adalah untuk meningkatkan kemajuan wilayah perwalian menuju pemerintahan sendiri. Mikronesia merupakan negara trustee terakhir yang dilepas Dewan Perwalian PBB pada tahun 1994.

4. Dominion

Bentuk kenegaraan ini hanya terdapat di dalam lingkungan Kerajaan Inggris. Negara dominion semula adalah negara jajahan Inggris yang setelah merdeka dan berdaulat tetap mengakui Raja/ Ratu Inggris sebagai lambang persatuan mereka. Negara-negara itu tergabung dalam suatu perserikatan bernama “The British Commonwealth of Nations” (Negara-negara Persemakmuran).

Tidak semua bekas jajahan Inggris tergabung dalam Commonwealth karena keanggotaannya bersifat sukarela. Ikatan Commonwealth didasarkan pada perkembangan sejarah dan azas kerja sama antaranggota dalam bidang ekonomi, perdagangan (dan pada negara-negara tertentu juga dalam bidang keuangan). India dan Kanada adalah negara bekas jajahan Inggris yang semula berstatus dominion, namun karena mengubah bentuk pemerintahannya menjadi republik/ kerajaan dengan kepala negara sendiri, maka negara-negara itu kehilangan bentuk dominionnya. Oleh karena itu persemakmuran itu kini dikenal dengan nama “Commonwealth of Nations”. Anggota-anggota persemakmuran itu antara lain: Inggris, Afrika Selatan, Kanada, Australia, Selandia Baru, India, Malaysia, etc. Di sebagian dari negara-negara itu Raja/ Ratu Inggris diwakili oleh seorang Gubernur Jenderal, sedangkan di ibukota Inggris, sejak tahun 1965 negara-negara itu diwakili oleh High Commissioner.

5. Uni

Bentuk kenegaraan Uni adalah gabungan dari dua negara atau lebih yang merdeka dan berdaulat penuh, memiliki seorang kepala negara yang sama.

Pada umumnya Uni dibedakan menjadi dua macam, yaitu:

1) Uni Riil (Uni Nyata)

yaitu suatu uni yang terjadi apabila negara-negara anggotanya memiliki alat perlengkapan negara bersama yang telah ditentukan terlebih dulu. Perlengkapan negara itu dibentuk untuk mengurus kepentingan bersama. Uni sengaja dibentuk guna mewujudkan persatuan yang nyata di antara negara-negara anggotanya.

Contoh: Uni Austria – Hungaria (1867-1918), Uni Swedia – Norwegia (1815-1905), Indonesia – Belanda (1949).

2) Uni Personil

yaitu suatu uni yang memiliki seorang kepala negara, sedangkan segala urusan dalam negeri maupun luar negeri diurus sendiri oleh negara-negara anggota.

Contoh: Uni Belanda – Luxemburg (1839-1890), Swedia – Norwegia (1814-1905), Inggris – Skotlandia (1603-1707;

Selain itu ada yang dikenal dengan nama Uni Ius Generalis, yaitu bentuk gabungan negara-negara yang tidak memiliki alat perlengkapan bersama. Tujuannya adalah untuk bekerja sama dalam bidang hubungan luar negeri. Contoh: Uni Indonesia – Belanda setelah KMB.

6. Protektorat

Sesuai namanya, negara protektorat adalah suatu negara yang ada di bawah perlindungan negara lain yang lebih kuat. Negara protektorat tidak dianggap sebagai negara merdeka karena tidak memiliki hak penuh untuk menggunakan hukum nasionalnya. Contoh: Monaco sebagai protektorat Prancis.

Negara protektorat dibedakan menjadi dua (2) macam, yaitu:
Protektorat Kolonial, jika urusan hubungan luar negeri, pertahanan dan sebagian besar urusan dalam negeri yang penting diserahkan kepada negara pelindung. Negara protektorat semacam ini tidak menjadi subyek hukum internasional. Contoh: Brunei Darussalam sebelum merdeka adalah negara protektorat Inggris.
Protektorat Internasional, jika negara itu merupakan subyek hukum internasional. Contoh: Mesir sebagai negara protektorat Turki (1917), Zanzibar sebagai negara protektorat Inggris (1890) dan Albania sebagai negara protektorat Italia (1936).

7. Mandat

Negara Mandat adalah suatu negara yang semula merupakan jajahan dari negara yang kalah dalam Perang Dunia I dan diletakkan di bawah perlindungan suatu negara yang menang perang dengan pengawasan dari Dewan Mandat LBB. Ketentuan-ketentuan tentang pemerintahan perwalian ini ditetapkan dalam suatu perjanjian di Versailles. Contoh: Syria, Lebanon, Palestina (Daerah Mandat A); Togo dan Kamerun (Daerah Mandat B); Afrika Barat Daya (Daerah Mandat C).


Sumber : Buku Pengetahuan PKn, Bentuk Negara dan Kenegaraan, Gramedia Pustaka Utama,

Sistem Ekonomi Pasar

Konsep Social Market Economy (Soziale Marktwirtschaft-Ekonomi Pasar Sosial) mengacu pada suatu konsep sistem ekonomi yang dibangun di Jerman paska Perang Dunia II. Hal yang menarik didalam konsep ini adalah bergabungnya dimensi material (komersial), sebagai konsekuensi ekonomi pasar dan dimensi sosial atau kemanusian.
Konsep “pasar” menjadi penting karena setelah pengalaman buruk yang dialami dengan Nazi, mereka ingin agar ekonomi bebas dari intervensi dan dominasi negara. Peran negara, pada masa awal penerapan sistem ini di Jerman Barat, adalah memberikan perlindungan terhadap suasan kompetisi dari tendensi monopolistik dan oligopolistik, termasuk yang mungkin akan muncul dari mekanisme kompetisi itu sendiri. Sementara itu konsep “sosial” mendapat penekanan penting karena Jerman, pada saat itu bernama Jerman Barat, menginginkan suatu sistem perekonomian yang mampu mendorong munculnya kemakmuran akan tetapi juga dapat memberikan perlindungan terhadap buruh dan kelompok masyarakat lain yang mungkin tak mampu mengikuti tuntutan kompetisi yang berat didalam ekonomi pasar. Situasi ekonomi sosial masyarakat Jerman yang hancur paska Perang Dunia II pun memberikan adil terhadap pilihan konsep ini. Konsep “sosial” dipilih daripada konsep “sosialis” untuk membedakan sistem ini dari suatu sistem dimana negara mengklaim memiliki hak untuk menentukan sistem perekonomian atau melakukan intervensi terhadapnya. Ada suatu konsep lain yang memiliki keterkaitan erat dengan konsep ekonomi pasar sosial, suatu konsep didalam tradisi pemikiran Jerman, yaitu ”Ordnung,” yang dapat diartikan sebagai ”tatanan.” Dalam pemahaman ini ekonomi, masyarakat, dan politik, menjadi suatu kesatuan struktur, namun bukan dalam bentuk diktatorial.
Para pengagas konsep ekonomi pasar sosial melihat konsep tersebut dalam suatu sistem tatanan yang utuh. Disamping itu, mereka juga didasari pada konsep ”Ordo-Liberalismus,” yang berarti konsep tersebut harus bebas memilih tatanannya, dan bukan suatu tatanan yang bersifat komando. Paska perang Dunia II muncul berbagai argument dan perdebatan mengenai bagaimana membangun kembali perekonomian Jerman yang terpuruk akibat perang. Kelompok politisi sosialis berpendapat tentang pentingnya sistem distribusi terpusat, perluasan control negara, dan nasionalisasi bank-bank dan industri. Penentang utama dari ide ini adalah Ludwig Erhard, seorang ekonom liberal yang menjabat sebagai kepala kantor urusan ekonomi di Bizone, yang kemudian menjadi menteri perekonomian dan pada saat kemudian menjadi Kanselir Republik Federasi Jerman (1963-1966), menggantikan Konrad Adenauer. Erhard tercatat dalam sejarah sebagai pencetus konsep ekonomi pasar sosial dan menerapkannya dalam sistem perekonomian Jerman Barat.
Pada awalnya langkah tersebut bertujuan memungkinkan berbagai kekuatan bermain secara bebas didalam pasar dengan meningkatkan kesempatan konsumen, memotivasi produsen untuk melakukan inovasi dan kemajuan tehnik, dan pembagian pendapatan dan keuntungan berdasarkan pencapaian masing-masing individu. Diatas semua itu, terdapat pembatasan akumulasi yang berlebihan dari kekuatan pasar. Tugas negara adalah menciptakan mekanisme bagi berfungsinya kompetisi. Pada saat yang sama negara harus mempromosikan kesiapan dan kemampuan masyarakat untuk memiliki tanggungjawab dan lebih independent. Konsepsi teori ekonomi pasar sosial mengacu pada pemikiran liberal klasik dengan sedikit perubahan. Kita dapat menyebutnya sebagai variasi pemikiran neo-liberal Jerman, namun biasanya disebut dengan Ordo-Liberalisme. Pemikiran ini dibangun sejak tahun 1940-an, terutama melalui aliran pemikiran kelompok Freiburg. Dua pemikir utama kelompok ini adalah Walter Eucken dan Andreas Muller-Armack, yang menamainya Ekonomi Pasar Sosial. Dalam pemikiran ini aspek yang diperhatikan bukan hanya persoalan ekonomi semata, namun juga persoalan kebebasan dan keadilan sosial. Menurut Muller-Armack tanggung-jawab memerlukan kebebasan sebagai kondisi yang penting bagi seseorang/individu untuk memilih tanggung-jawab diantara pilihan yang berbeda.
Konsep ekonomi pasar liberal memiliki tiga elemen prinsip yang utama:
1. Prinsip Individualitas: yang bertujuan pada ideal liberal bagi kebebasan individu.
2. Prinsip Solidaritas: Mengacu pada ide setiap individu manusia terlekat dengan masyarakat yang saling tergantung sama lain dengan tujuan menghapus ketidakadilan.
3. Prinsip subsidiaritas: yang berarti sebuah tugas institusional yang bertujuan menajamkan hubungan antara individualitas dan solidaritas. Aturan tersebut harus memberikan jaminan hak individu dan menempatkannya sebagai prioritas utama, yang berarti apa yang mampu dilakukan oleh individu harus dilakukan oleh individu dan bukan oleh negara.
Hak-hak kebebasan dari setiap individu dan kebebasan ekonomi dapat dilihat sebagai kerangka dimana keadilan sosial dan solidaritas diterapkan. Ekonomi pasar sosial bertujuan menyeimbangkan prinsip-prinsip pasar dan prinsip-prinsip sosial. Ordo-liberalism percaya bahwa penting untuk menciptakan mekanisme perlindungan sosial disamping kekuatan pasar, yang dikontrol oleh negara. Tujuan lain yang ingin dicapai oleh ekonomi pasar sosial adalah menciptakan dan membangun tatanan ekonomi yang dapat diterima oleh berbagai ideologi sehingga berbagai kekuatan didalam masyarakat dapat terfokus pada tugas bersama menjamin kondisi kehidupan dasar dan membangun kembali perekonomian. Inilah sebabanya kita dapat melihat bahwa ekonomi pasar sosial merupakan kompromi pada masa-masa awal pemerintahan Federal Republik Jerman. Selain ini disamping kekuatan permintaan dan penawaran ia juga didorong oleh konsep moral yang kuat. Sementara itu konsep Erhard’s mengenai ekonomi pasar yang berespon sosial didasari perdagangan bebas dan perusahaan swasta, dibantu dengan suntikan modal melalui program Marshall Plan, yang terbukti menjadi dasar yang ideal bagi pemulihan ekonomi Jerman Barat paska Perang Dunia II, dan mencapai puncaknya dengan keajaiban ekonomi (Wirschaftswunder) pada tahun 1950s. Pada beberapa sektor, seperti perumahan dan pertanian, memang tetap diberlakukan kontrol harga dan subsidi. Kontrol bagi pencegahan penerapan kartel dan mendorong terciptanya stabilitas moneter tetap merupakan tanggungjawab negara. Negara kemudian juga, guna mendorong terciptanya akumulasi modal individu dan melindungi warganegara biasa, membangun sistem pelayanan sosial yang meliputi kesehatan, pengangguran dan sistem asuransi sosial.
Kebaikan dari sistem ekonomi pasar antara lain:
Menumbuhkan inisiatif dan kreasi masyarakat dalam mengatur kegiatan ekonomi
Setiap individu bebas memiliki sumber-sumber produksi
Munculnya persaingan untuk maju
Barang yang dihasilkan bermutu tinggi, karena barang yang tidak bermutu tidak akan laku dipasar
Efisiensi dan efektivitas tinggi karena setiap tindakan ekonomi didasarkan atas motif mencari laba

Kelemahan dari sistem ekonomi pasar antara lain:
Sulitnya melakukan pemerataan pendapatan
Cenderung terjadi eksploitasi kaum buruh oleh para pemilik modal
Munculnya monopoli yang dapat merugikan masyarakat
Sering terjadi gejolak dalam perekonomian karena kesalahan alokasisumber daya oleh individu

Ekonomi Pasar Sosial (bagian kedua)
Sejak berdirinya Federal Republik Jerman hingga pertengahan tahun 1960-an dapat dikatakan sebagai periode pertama penerapan ekonomi pasar sosial. Pada periode ini ‘bapak’ ekonomi pasar sosial, Ludwig Erhard serta Andreas Muller-Armack (Sekretaris tetap pada kementerian perdagangan dan bisnis) menduduki posisi yang penting dalam kebijakan ekonomi. Oleh karenanya konsep teori ekonomi pasar sosial dapat dijalankan tanpa ada reduksi atau perubahan.
Pada periode pertama ini sektor-sektor yang dianggap penting seperti pertanian, lalulintas, dan gedung perumahan tetap berada diluar mekanisme pasar dan kompetisi terbuka. Pada masa-masa awal pendirian ini memungkinkan menciptakan dan mensahkan perundang-undangan dasar bagi hubungan antara negara dengan ekonomi, yang memungkinkan sistem ekonomi pasar sosial dapat berdiri. Undang-undang mengenai Bank Federal Jerman (German Bundesbank) dan undang-undang larangan terhadap hambatan kompetisi adalah dua diantara undang-undang penting yang dibuat pada saat itu. Tahun 1950 dapat dikatakan sebagai tahun pencapaian sukses dari sistem ekonomi pasar sosial, dimana salah satu indikatornya adalah tersedianya lapangan kerja yang luas. Perekonomian Jerman Barat berfungsi dengan sangat baik selama beberapa dekade, dan menjadi salah satu negara yang termakmur di dunia. Ekonomi yang berorientasi ekspor mendapatkan peluang yang lebih luas dengan diciptakannya Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE) dengan Perjanjian Roma pada Maret 1957. Jerman Barat adalah salah satu anggota pendiri MEE. Namun demikian, dalam perkembangan waktu, istilah “sosial” dalam ekonomi pasar sosial mulai mengambil perkembangannya sendiri. Ia mendorong perekonomian Jerman Barat menuju suatu pengembangan sistem kemakmuran sosial yang bahkan menjadi salah satu yang termahal di dunia. Pemerintahan Federal Jerman Barat dan negara-negara bagian (Länder) mulai memberikan kompensasi bagi irregularities dalam siklus ekonomi dan pergantiannya kedalam produksi dunia dengan mulai melindungi dan mendukung beberapa sektor dan industri.
Krisisi ekonomi pertama di Jerman mendorong mundurnya Kanselir Ludwig Erhard pada tahun 1966, yang kemudian disusul dengan koalisi antara CDU dan SPD. Koalisi ini mencoba menghasilkan suatu sintesa antara “freiburger imperative of competition (teori liberal dari aliran Freiburg) dengan Keynesianic of steering demand effectively. Ide baru ini dapat dirumuskan dalam satu kata yaitu “Globalsteuerung” (overall steering-pengendalian menyeluruh). Konsep ini berarti kebijakan ekonomi dan keuangan dapat megambil langkah kebijakan makro sementara pasar dan pengusaha hanya dapat mengambil keputusan dibidang mikro. Beberapa ukuran penting yang ada dalam “Globalsteuerung” adalah kebijakan fiscal, kebijakan keuangan, kebijakan ekonomi internasional, dan kebijakan penghasilan.
Pada awalnya “Globalsteuerung” menunjukkan keberhasilan besar terutama dalam menghadapi krisis ekonomi pada saat itu. Namun ia ternyata tidak mampu benar-benar menstabilkan kemajuan kondisi perekonomian pada saat itu. Oleh karenanya Menteri Perdagangan dan Bisnis, Karl Schiller harus mengundurkan diri pada saar itu. Selama tahun 1970-an kondisi perekonomian internsional, sebagai contoh krisis harga minyak pada tahun 1974 dan 1979 memperburuk kondisi internal “Globalsteuerung” dan mendorong bertambahnya angka pegangguran, yang mencapai lebih dari dua juta orang tanpa pekerjaan). Menurunnya angka GNP dan naiknya angka inflasi serta utang negara adalah efek lain yang muncul dari perkembangan tersebut. Kembali, berbagai problem tersebut memunculkan diskusi tentang sebuah perubahan baru terhadap kebijakan social dan ekonomi. Diskusi ini menyangkut tiga komponen utama, yaitu mempertahankan “Globalsteuerung,” perluasannya dan pengurangan klaim pengendalian yang dimilikinya.
Pada tahun 1970-an, pemerintah bahkan berasumsi untuk memainkan peran yang lebih penting dalam perekonomian. Selama tahun 1980s, Kanselir Helmut Kohl mencoba mengurangi peran negara, dan ia sebagian besar berhasil dengan upayanya tersebut, namun, reunifikasi Jerman sekali lagi membuat pemerintah Jerman berasumsi bagi sebuah peran yang lebih kuat dalam ekonomi. Karenanya, kontradiksi antara istilah “sosial” dan “pasar” tetap menjadi elemen penting dalam perdebatan di Jerman. Mengacu pada kontradiksi internal yang ada dalam philosopinya, perekonomian Jerman sesungguhnya memiliki sifat konservatif dan dinamis. Ia dikatakan konservatif dalam arti ia dirancang berdasarkan sebagain tradisi Jerman dimana terdapat pertimbangan bagi peran negara dalam ekonomi dan perilaku hati-hati dalam menangani insvestasi dan pengambilan resiko. Ia juga dapat dikatakan dinamis dalam arti ia mengarah pada pertumbuhan – juga meskipun pertumbuhan tersebut mungkin lambat dan tetap daripada spektakuler. Ia merupakan kombinasi antara kebaikan suatu sistem pasar dengan kebaikan dari sistem kesejahteraan sosial.
Pada tahun 1982 koalisi CDU dan FDP berkuasa pada pemerintahan Jerman. Pada masa ini diskusi tentang bagaimana ekonomi pasar sosial seharusnya berubah meliputi tiga aspek; pada satu sisi kelompok keynesian mengklaim untuk mempertahankan ”Globalsteuerung” dan ekonomi pasar sosial, sementara pada sisi yang lain para pengikut Milton Friedman menyatakan kegagalan dari negara dan menginginkan pengurangan dari ”Globalsteuerung” serta ekonomi pasar sosial bersama-sama dengan penguatan kekuatan pasar. Pada posisi yang ketiga, kelompok kecil yang berfikir bahwa pasar telah gagal dan oelh karenanya mereka memilih perluasan sektor negara dan intervensi negara dilapangan ekonomi. Hasil dari diskusi ini dapat dijelaskan sebagai kombinasi antara Keynes dan Friedman. Pada tahun-tahun berikutnya perusahaan-perusahaan negara seperti Pos Jerman dan Telkom Jerman diswastanisasi dan ukuran-ukuran sosialpun diturunkan lebih ramping. Kemajuan ekonomi pada periode tersebut dapat dilihat sebagai hasil dari kombinasi kebijakan itu namun juga disebabkan oleh situasi positif ekonomi dunia serta keberhasilan dari integrasi Eropa. Masa ini diakhiri oleh reunifikasi Jerman.
Reunifikasi Jerman tercatat sebagai irisan tajam dari berbagai analisa pembangunan dan sejarah Jerman. Melihat pada kebijakan ekonomi dan sosial sedikit berbeda. Bukan pada reunifikasi 1990 sebagai moment yang penting namun pada penyatuan ekonomi dan keuangan beberapa bulan sebelumnya.
Moment tersebut terjadi pada situasi pertumbuhan ekonomi dan angka utang negara yang rendah. Pada permulaannya, situasi diwarnai oleh euphoria unifikasi secara umum dan terbukanya pasar baru di Jerman bagian Timur dan Eropa.